Hai, aku sedang menebak-nebak kira-kira sedang apa dirimu di sana. Kamu pasti baru pulang dari kantor dengan muka yang tetap cerah ceria, walau aku tahu, beban kerjamu sungguh berat, sehari tak kurang dari tiga tempat harus kamu datangi demi bertemu client. Macet Jakarta sepertinya sudah menjadi teman akrab mu beberapa bulan ini, tetapi semua ini kamu lakukan dengan sukacita, dengan senyum yang selalu merekah.
Sesampainya di rumah, tempat pertama yang akan kamu tuju adalah dapur. Setelah meletakan backpack di sofa, kamu akan menjarang air untuk membuat teh. Menunggu air masak, kamu akan pergi membersihkan diri. Kamu akan memutar dua keran air yang sudah terdapat selofon sebagai tanda untuk suhu air untuk kamu mandi.
Setelah itu semua kamu lakukan, kamu akan duduk di pinggir tempat tidur, membuka telpon genggammu, dan memberikan kabar kepadanya kalau kamu sudah sampai rumah sambil sekali sekali menyeruput teh panas yang kamu buat. Tidak jarang kamu merasakan kecewa, dia yang kamu kirimkan pesan singkat ternyata sudah terlelap dan tidak membalas.
Sering kamu merasakan kecewa karena ditinggal tidur, ditinggal pergi, tetapi kecewa itu hanya berlangsung sebentar. Besok pagi, saat matahari menerpa wajahmu yang membuat dirimu bangun dari tidur -aku berani jamin- kecewa itu akan luruh dengan pesan minta maaf dan beberapa bait kata-kata. Kamu selalu suka dengan kata-kata yang dibuat olehnya, dengan musik yang diciptakan hanya untuk kamu, dengan lirik yang akan mengharukan sanubarimu.
Ketika kamu ditinggal tidur, kamu akan mengambil sebuah buku di rak bukumu. Memilih cerita apa yang akan kamu baca, atau buku sastra apa yang akan menjadi teman tidurmu malam ini. Kadang, kalau kamu terhanyut dengan bacaanmu, tidak jarang kamu malah susah tidur. Kamu akan mengambil selembar kertas dan menulis satu kalimat, memfoto tulisan itu, lalu kamu unggah ke semua sosial media yang kamu punya.
Aku iri dengan hidupmu. Hidupmu bagai tiada beban, semua kamu lakukan dengan semangat. Hidupmu tertata rapih dari bangun tidur sampai kamu terlelap lagi. Berbeda dengan diriku, memanggul rindu ini saja sudah berat, ditambah lagi kerjaan kantor yang semakin tidak jelas.
Di penghujung malammu, kamu sempatkan berdoa dan menyelipkan namanya di doamu. Berharap ia baik-baik saja, dan berharap esok kamu dan dia akan bersua.
Di penghujung malamku, aku sempatkan berdoa, agar rindu ini hilang, dan tidak lagi menebak-nebak sedang apa dirimu keesokan harinya.
0 saran:
Post a Comment