![]() |
Pict By Google |
Sudah sekitar tiga minggu saya di rumah, mengklik-klik halaman dari web penyedia lapangan pekerjaan dan mengirim lamaran pekerjaan. Saya hampir mati gaya, hanya duduk di rumah, mengantar pesanan jahit Ibu, atau kembali merapihkan CV untuk dikirim ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
Setiap hari saya selalu membuka e-mail, berharap ada surat balasan berisi ucapan selamat karena saya lulus tahap administrasi atau paling tidak surat ucapan maaf karena saya belum bisa diterima di perusahaan yang saya lamar. Tetapi balasan surat itu tidak kunjung datang. Perkataan orang-orang tentang mencari pekerjaan adalah perihal yang susah-susah gampang ternyata benar. Banyak susahnya dari gampangnya. Saya harus bersabar, dan terus berdoa menanti kabar baik dari perusahaan yang menjadi tujuan saya bekerja.
Beberapa teman sudah ada yang diwawancara dengan perusahaan yang mereka lamar. Tentu itu menambah kegusaran saya. Bukan karena saya tidak senang melihat mereka sudah masuk ke tahapan wawancara sementara saya belum sama sekali mendapat panggilan dari perusahaan yang saya lamar. Kegusaran ini timbul karena saya merasa kembali tertinggal dari mereka.
Saya menyadari, kapan saya bekerja adalah tinggal masalah waktu. Bisa jadi minggu depan saya di telpon untuk mengikuti interview dari perusahaan yang telah saya lamar, atau bisa jadi sampai sebulan yang akan datang tidak ada satupun kabar dari beberapa perusahaan yang sudah saya lamar.
Sebagai anak muda kelebihan yang saya punya hanya idealisme. Selama tiga minggu ini saya selalu pusing sendiri dengan idealisme saya tentang rencana yang saya buat dua tahun yang lalu. Semuanya yang terjadi di hari-hari saya harus sesuai dengan apa yang saya rencanakan dua tahun yang lalu. Semua pekerjaan yang saya kerjakan harus sesuai dengan apa yang saya rencanakan dua tahun yang lalu. Tetapi baru pagi tadi saya menemukan diri saya yang mulai realistis, diri saya yang berani menurunkan standar.
Selama ini saya selalu melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan besar, perusahan-perusahaan yang sudah benar-benar maju. Pagi ini saya mengukur kemampuan diri saya sendiri, sampai mana saya mampu jika saya bekerja di perusahaan itu, dan saya menemukan diri saya yang bilang "Pasti akan besar tekanannya," malah kemungkinan terburuknya kerjaan saya tidak akan beres. Memang bekerja di perusahaan maju besar kemungkinan mendapatkan imbalan yang lebih besar, dan tunggu ternyata selama ini saya memikirkan imbalan yang ingin saya dapatkan tanpa memikirkan kemampuan yang saya punya.
Ternyata semua rencana yang sudah saya buat semenjak dua tahun yang lalu itu hanya berujung tentang materi, tentang imbalan, dan tentang pendapatan.
***
Pagi tadi saat saya minum teh di teras sambil memikirkan satu kata yang sering saya temui belakangan ini. Kata itu adalah renjana. Pikiran saya langsung menghubung-hubungkan tentang renjana dan rencana yang saya buat dua tahun yang lalu. Pagi ini saya dipusingkan dengan renjana dan rencana yang terus berputar di kepala saya, sampai akhirnya saya berhasil mendapatkan hikmah dari hasil kerisauan saya tentang diri saya sendiri.
Begini, ternyata renjana adalah obat dari segala rencana yang mengecewakan. Dengan renjana saya bisa mengerjakan sesuatu dengan lapang dada dan dengan perasaan senang, bahkan saya rela tidak mendapatkan imbalan. Tiga minggu ini saya terlalu terfokus dengan rencana-rencana saya, dan memalingkan renjana yang sebenarnya setiap hari terus menerus meneriakan keinginan yang ingin saya kerjakan.
Tiga minggu ini saya seperti disibukkan dengan CV pekerjaan. Sehingga saya melupakan bermain musik, menulis, mendengarkan lagu, membaca buku. Saya baru menyadari renjana adalah suatu cara rekreasi batin.
Siang ini saya kembali mengirimkan beberapa lamaran, tetapi kali ini saya mengirimkannya kepada perusahaan yang sejalan dengan renjana saya. Bukan berdasarkan tuntutan jurusan saya berkuliah.
Akhirnya saya menemukan semua penawar dari kegusaran ini, jawabannya adalah renjana. Kata orang Follow your passion. Mudah-mudahan dengan saya mengikuti renjana ini, masalah kegusaran tentang diterima atau tidaknya saya di perusahaan besar bukan lagi masalah yang besar.
Do what you love, love what you do. jangan sampe hanya karna imblan dan materi yang lebih, membuat suatu pekerjaan itu menjadi beban buat lo.
ReplyDeleteYep, akhirnya saya menemukan itu, Bro!
DeleteTerima kasih sudah menulis ini :)
ReplyDeleteMenambah materi tulisan saya untuk di blog dan lagipula yang kamu alami sama persis dengan saya.
My Pleasure... Terimakasih sudah mampir ya :D
Delete