Wahid Sabillah's

Personal Blog

Rumah Sakit Hati

6 comments
Mulai SMA setiap pulang sekolah, aku selalu memilih berjalan kaki menuju rumah. Walaupun jaraknya lumayan jauh, 2 kilometer, tetapi aku tidak merasakan jauh karena suasana jalanan yang aku lewati beraneka ragam rasanya.

Begitu keluar dari gerbang sekolahku yang berada di gang kecil aku langsung belok kanan mengikuti jalan raya panjang. Suasana sepanjang jalan itu ramai sesak dengan pemotor dan pemobil yang tidak tahu diri. Pernah suatu ketika aku hampir tertabrak, dan pernah sekali terserempet motor yang pengendaranya sedang mabuk. Jalanan itu juga terkenal keras. Bus kota saling salip menyalip antara satu bus kota dengan bus kota lainnya. Jalanan itu juga sering sekali macet, sehingga banyak orang yang stress sepanjang jalan itu sampai ke ujungnya yaitu bertemu Rumah Sakit Hati.

Suasana yang paling aku suka dari rute aku pulang adalah ketika melewati Rumah Sakit Hati. Rumah Sakit Hati itu berada tepat di ujung jalan raya panjang. Suasana jalanan di Rumah Sakit Hati tenang, teduh dan sejuk. Pepohonan rindang menaungi trotoar tempat pejalan kaki, daun daun kering berserakan di sepanjang trotoar, suara gemerisik daun dari pepohonan yang membuat hati damai dan tentram.

Jalanan di Rumah Sakit Hati sangat sepi. Hanya sekali sekali berseliweran mobil dan motor dari orang-orang yang akan berobat di Rumah Sakit Hati.

Seperti namanya, Rumah Sakit Hati memang khusus melayani orang-orang yang dilanda sakit hati. Mulai dari sakit hati biasa yang disebabkan perkataan orang, sampai sakit hati parah yang disebabkan putus cinta, perceraian, perselingkuhan dan lain sebagainya. Dari kabar yang aku dengar biaya berobat di Rumah Sakit Hati sangat mahal, aku tidak tahu persis berapa harganya, karena setiap aku sakit hati aku tidak pernah berobat kesana karena tidak punya uang.

***

Kemarin sore sepulang mengikuti ekskul aku berpapasan dengan teman sebangku di trotoar Rumah Sakit Hati. Blek namanya. Aku sudah dapat mengira kira-kira mengapa ia ada di Rumah Sakit Hati, alasannya pasti karena ditolak sama gebetannya.

Pagi harinya ia terlihat ceria dan gembira. Sedari dia baru datang sampai mata pelajaran kedua dia selalu tersenyum dan tertawa. Tanpa aku tanya Blek menceritakan mengapa hari ini dia begitu ceria. Ternyata sepulang sekolah dia akan pergi nonton bioskop bersama gebetannya. Aku baru tahu kalau gebetannya Blek bernama Tisya. Mereka berkenalan sewaktu Blek ikut menjadi suporter sepak bola.

Blek bercerita kalau dia sudah dekat dengan Tisya sekitar dua bulan. Hari ini adalah kali pertama mereka akan jalan berduaan. Blek sudah menyiapkan kemeja rapih, dan minyak wangi di tasnya. Blek berencana ingin menyatakan cinta.

Blek adalah anak dari orang kaya, bapaknya dokter bedah plastik, dan ibu nya dokter gigi. Walaupun keturunan dari orang berada namun orang-orang yang baru mengenalnya mengira ia bukan dari keturunan orang berada. Setiap pergi ia selalu memakai sepatu yang sudah sobek, celana jeans sobek di dengkul, rambutnya kriting dan warna kulitnya yang hitam karena disengat matahari.

Jam istirahat sekolah tadi Blek mengajakku makan bakso Mang Yadi di Kantin. Ia mempersilahkan aku untuk nambah sesuka hati, ia yang akan bayar, SE-MU-A-NYA, asalkan aku bersedia memberikan saran tentang momen menyatakan cinta yang pas. Sebenarnya Blek salah orang jika menanyakan hal ini kepadaku, karena seumur-umur belum pernah aku berpacaran.

Karena ogah rugi melewatkan traktiran bakso Mang Yadi dari Blek, aku mengarang bebas. Aku memberi tahunya kalau momen yang paling pas untuk menyatakan cinta adalah ketika di parkiran saat mau pulang. Blek menanyakan alasannya, aku menjawab karena biasanya saat di parkiran perempuan yang telah di traktir makan dan nonton akan luluh dan menjadi tidak enakan. Mau tidak mau karena tidak enak perempuan akan menerima tawaran menjadi pacar. Dan Blek pun percaya dengan saran yang sebenarnya kalau dipikirkan lagi tidak masuk akal.

"Dari mana Blek?" Pertanyaan dariku di trotoar Rumah Sakit Hati kemarin sore.

"Rumah Sakit Hati." jawabannya sekenanya.

"Jadi kan sama Tisya?" Basa basi busuk dari ku yang sebenarnya aku tau pasti dia ditolak.

Dia hanya mengangguk, kesedihannya terpancar dari mukanya yang tidak secerah saat ia bersemangat menceritakan tentang Tisya.

"Yah kenapa Blek? Tapi tenang kalau lo sakit hati, lo bisa berobat berkali-kali ke Rumah Sakit Hati"

"Ini gue abis berobat, hati gue sakit," ia menarik nafas panjang "rumah sakit ini mahalnya doang, tapi tetep hati gue masih sakit"

Dari hasil cerita singkat Blek di trotoar rumah sakit itu, aku dapat mengambil kesimpulan kalau ternyata Tisya hanya menganggap Blek sebagai teman saja, tidak lebih. Dan parahnya lagi, ternyata Tisya sudah dijodohkan dengan keluarganya.

"Terus kalau di Rumah Sakit Hati lo diapain aja?"

Blek membalikan badan, menghadap pintu masuk Rumah Sakit Hati dan bergedik 

"Sini ikut gue," pergelangan tanganku ditarik oleh Blek. Ia berjalan tergesa sambil menarik tanganku menuju parkiran tempat mobilnya di parkir. 

"Masuk," Katanya sambil membukakan pintu mobil sedannya.

"Begini, lo lihat nih," Blek membuka kaos dalamnya, terlihat bilur panjang pada dadanya.

"Gila, kenapa nih?" aku terkejut melihat bilur itu.

"Gue tadi abis dibedah, hati gue dibelah terus dibersihin, dan hasil bedahannya ya ini," dia menunjuk-nunjuk bilur panjang di dadanya. "Gue sebenernya disuruh balik dua hari lagi kalau rasa sakit hati gue belom juga reda, tapi gue malah ngeri sendiri ngeliat dada gue di belah."

"Itu gak sakit?"

"Sakit, tapi kata dokternya rasa sakit hati baru bisa sembuh kalau diobati dengan rasa sakit yang lebih sakit," dia menengok ke arah pintu masuk Rumah Sakit Hati lagi. "Gue gak mau balik lagi kesini." lanjutnya.

Blek bercerita, ternyata hanya tampak depannya saja Rumah Sakit Hati ini terlihat tenang. Di dalamnya terdengar teriakan dari orang-orang berobat yang dibelah dadanya. Kebanyakan mereka sakit hati karena putus cinta, ada juga yang sakit hati karena diselingkuhi oleh kekasihnya. Di dalam Rumah Sakit Hati terdapat banyak hati manusia digantung, dan dijemur. Katanya Blek, hati yang digantung dan dijemur itu adalah hati dari orang yang mempunyai sakit hati yang akut. Hati hati yang dijemur itu bisa kembali dipakai lagi kalau sudah mengkilat dan bercahaya lagi.

***

Hari ini aku kembali bertemu Blek di sekolah. Ia nampak sudah lebih ceria dari waktu kemarin aku bertemu dengannya di Rumah Sakit Hati.

"Nanti sore lo balik lagi ke Rumah Sakit Hati?"

Ia menggeleng.


"Terus?"


"Nih lihat," Ia menunjukan lengannya "ternyata benar rasa sakit hati bisa hilang kalau diobati dengan rasa sakit yang lebih sakit." lanjutnya

Terlihat sayatan yang membentuk huruf T disana.

"Ini kenapa?" tanyaku lagi.

"Huruf T, inisial dari Tisya dan Tolak. Semalam gue sayat lengan gue sendiri pakai pisau."

***

Hari ini sepulang sekolah, aku masih melewati trotoar Rumah Sakit Hati. Suasana tenang menyelimuti rumah sakit itu. Aku menatap lekat-lekat pintu rumah sakit yang terbuka. Aku mempercepat jalanku ketika mengingat cerita dari Blek.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

6 comments:

  1. Wih kena banget nih jalan ceritanya. rajin-rajin ngeposting yak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mampir ya. Sering-sering mampir juga ya :D

      Delete
  2. saya kira rumah sakit beneran hehe
    bagus ceritanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih banyak mbak, sudah mau mampir dan baca ceritanya :)

      Delete