Wahid Sabillah's

Personal Blog

Warna Mata

2 comments
"Aku ingin mendengar cerita Ayah."

Karena anaknya yang tidak kunjung tidur itu, diceritakanlah sebuah kisah tentang warna mata kepada anaknya.

***

Di sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang pria yang pergi berkelana mencari mata. Sebut saja dia Marbun. Marbun adalah seorang pencari mata untuk dijual, ia pergi dari satu desa ke desa hanya untuk mencari mata dari pesanan tuannya -seorang wanita tua yang gila akan kecantikan, tetapi kaya raya. Marbun tidak mempunyai perasaan, setiap bertemu orang yang berwarna mata sesuai pesanannya, Marbun tidak segan-segan membunuh dan mencongkel keluar matanya.


Berbagai mata sudah pernah ia dapatkan. Mata dengan warna hijau, biru, coklat, hitam pernah ia bawa untuk tuannya. Dan wanita tua itu selalu memakai mata yang telah dipesan yang dibawa oleh Marbun, sampai akhirnya wanita tua merasa bosan.

Suatu hari, wanita itu sudah bosan dengan mata dengan warna hijau yang sudah ia kenakan selama berbulan-bulan. Di etalase tempat menyimpan banyak mata di rumah wanita tua itu, sudah tidak ada satupun warna-warna mata yang menarik untuk ia kenakan. Semua warna sudah pernah ia gunakan, maka dipanggilah Marbun untuk bertemu wanita tua itu.

"Marbun, aku ingin warna mata yang lainnya, semua warna mata sudah pernah aku kenakan, aku sudah bosan."

"Nyai, warna apa lagi yang nyai inginkan?"

"Aku ingin warna mata yang belum pernah aku kenakan,"

"Iya, tetapi warna apa Nyai?"

"Merah muda"

Pergilah Marbun mencari wanita dengan mata berwarna merah muda. Berbagai desa sudah ia datangi, berbagai kota sudah ia kunjungi, tetapi tidak ada wanita dengan mata berwarna merah muda yang ia temukan. Mata dengan warna merah banyak, jingga banyak, tetapi tidak ada satupun wanita dengan mata berwarna merah muda.

Sudah dua bulan Marbun pergi mencari wanita dengan mata berwarna merah muda. Marbun putus asa, akhirnya Marbun kembali kerumahnya untuk bertemu istrinya yang mata nya berwarna biru. Istri Marbun tidak tahu kalau Marbun bekerja sebagai pencari mata, yang ia tahu Marbun bekerja sebagai pencari rumput atau kadang menjadi tukang jagal hewan di lain kota.

Rumah dengan atap jerami dan dinding dari anyaman rotan adalah rumah yang ditempati Marbun dan istrinya. Mereka menikah sudah hampir lima tahun, tetapi belum juga dikaruniai seorang anak. Hari itu ketika Marbun pulang kerumahnya, Marbun kaget sekaligus bahagia. Istrinya tengah mengandung anak pertamanya.

Selama dua bulan ditinggal, istrinya memakai uang yang ditinggalkan Marbun untuk melanjutkan kehidupannya, dan satu-satunya sumber uang yang Marbun dapatkan hanya dari mencari mata yang dipesan oleh tuannya, si wanita tua.

Bulan terus berganti, Marbun belum juga mendapatkan mata yang berwarna merah muda untuk tuannya. Berkali-kali wanita tua menagih pesanannya kepada Marbun, dan Marbun terus menerus bilang kalau ia belum menemukan mata dengan warna yang dipesan. 

Dengan belum didapatkannya pesanan mata itu, otomatis Marbun tidak mendapatkan pendapatan. Uang yang keluarganya punya sudah menipis, sementara istrinya harus bolak-balik ke dukun beranak untuk memeriksa kandungan. Ketika memeriksa kandungan tentu istrinya harus membayar sejumlah uang.

Karena uang yang terus menipis, dan tekanan dari wanita tua akan pesanan mata berwarna merah muda, marbun kembali pergi ke desa-desa untuk mencari wanita dengan mata berwarna merah muda dengan meninggalkan istrinya yang kandungannya sudah memasuki usia tua. Tetapi tetap saja usaha Marbun mencari mata merah muda tidak berhasil, kembalilah lagi marbun ke desanya.

Sebelum pulang kerumah bertemu istrinya, Marbun lebih dahulu mengunjungi rumah tuannya si wanita tua. Dalam perbincangannya, si wanita tua bersedia membayar sepuluh kali lipat jika Marbun berhasil menemukan mata yang berwarna merah muda. Tentu Marbun semakin semangat untuk mencari mata berwarna merah muda yang dipesan si wanita tua.

Pulanglah Marbun kerumahnya, dari depan rumah, Marbun mendengar suara tangisan bayi dari dalam rumah. Hati Marbun bahagia luar biasa, anak yang ditunggu selama lima tahun akhirnya datang juga. Bergegas Marbun masuk kedalam rumahnya, dan menjumpai seorang bayi perempuan yang masih merah sedang tidur disamping Ibunya. Marbun menciumi anaknya, hatinya senang tak terkira.

Seminggu berselang, sepulang Marbun dari rumah tuannya untuk kembali memberi kabar kalau ia belum berhasil menemukan mata merah muda, Marbun menggendong anaknya di beranda rumahnya. Marbun memperhatikan anaknya dengan perasaan sayang, dan seketika Marbun menangis tersedu-sedu ketika melihat kelopak mata anaknya terbuka. Mata anaknya berwarna merah muda.

Marbun menutup-nutupi perihal warna mata anaknya yang berwarna merah muda kepada tuannya si wanita tua. Namun lambat laun akhirnya si wanita tua mengetahui dari tetangganya Marbun yang sama-sama bekerja menjadi pencari mata.

Saat malam datang, si wanita tua dan tetangganya Marbun yang bekerja sebagai pencari mata datang kerumah Marbun. Si wanita tua ingin membunuh dan mencongkel mata anaknya Marbun. Marbun berusaha sekuat tenaga menghalang-halangi si wanita tua dan tetangganya untuk masuk kerumahnya, terjadilah perkelahian sengit malam itu. Marbun kalah, si wanita tua dan tetangganya Marbun yang bekerja mencari mata berhasil masuk ke kamar anaknya. Ditemukanlah anak pertama Marbun yang sedang dipeluk Ibunya. Ibu anak itu yang juga istri Marbun tentu menghalang-halangi si wanita tua dan si pencari mata untuk mengambil anaknya, tetapi ia tidak berhasil melindungi anaknya.

Dibawalah anak itu kerumah si wanita tua, dipandangilah mata anak itu dengan seksama olehnya...

***

"Lalu ayah, apakah bayi itu jadi dibunuh si nenek tua?" potong anaknya.

"Tidak nak, tidak. Warna matanya terlalu berharga untuk ketamakan si nenek tua," orang itu mengelus lembut kepala anaknya "sudahlah, tutup matamu nak, langit sudah gelap, malam sudah larut."

"Aku kan selalu melihat gelap Ayah," pandangan anak itu kosong dan hanya melihat langit-langit rumahnya "Ayah... memang seperti apa mata dengan warna merah muda? Aku ingin lihat Ayah" anaknya bertanya.

"Indah nak."

Anaknya sudah tidak lagi bertanya, ia tertidur dipelukan Ayahnya, matanya tertutup rapat, warna matanya merah muda.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments:

  1. wuaaaah, bagus cerpennya. udaaah lama banget aku nggak baca cerpen. apalagi nulis. :(
    seperti terobati rinduku :)

    ReplyDelete