Wahid Sabillah's

Personal Blog

Menyeruak

Leave a Comment
Ini tentang Desember yang akan berakhir. Banyak cerita di dua bulan terakhir ini. Saya merasakan transisi hidup, saya merasakan kehilangan, saya merasakan kebahagian, dan semua itu melebur dan membuat saya linglung, bingung, merasa sendiri di tengah keramaian, merasa sedih di tengah gegap gempita orang-orang yang tertawa riang, merasa asing dengan diri saya sendiri.

Rasa ini pernah saya alami empat tahun yang lalu, namun rasanya tidak sekeras ini, tidak sesedih ini, tidak segembira ini. Empat tahun yang lalu, saat saya lulus dari SMA lalu kemudian beberapa bulan kemudian harus terpisah dengan orang tersayang pada waktu itu. Rasanya sama, sedih, senang, getir sampai akhirnya lambat laun hilang seiring waktu berjalan. Pada Desember ini saya merasakan yang sama, saat saya diterima bekerja, mendapatkan gaji pertama, lalu kemudian wisuda. Kelihatannya itu semua adalah momen yang membahagiakan, namun bersamaan dengan itu juga muncul perasaan sedih dengan komposisi yang hampir sama. Saya harus meninggalkan kebiasaan selama empat tahun, untuk memulai kebiasaan yang baru.

Hidup saya berubah, aneh rasanya melihat jalanan yang berbeda setiap pagi setelah selama empat tahun pergi dan pulang dengan jalan yang sama. Aneh rasanya ketika setiap harinya kita bertemu orang yang berbeda, setelah selama empat tahun bertemu teman, sahabat, yang sudah dekat. Dan aneh rasanya ketika pembahasan setiap hari bergeser dari pembahasan tugas kuliah sekarang menjadi kerjaan.

Saya adalah orang yang paling tidak bisa melupakan momen. Andai momen seperti kaset yang dapat diputar ulang, dengan kejadian yang sama, sangat presisi, maka saya akan menjadi orang yang paling bahagia diseluruh dunia. Tetapi sayangnya, waktu ini searah, tidak bisa diputar ulang. Andai saja waktu itu seperti video tape, yang kita bisa memencet tombol tunda untuk sebentar saja menikmati momen yang paling ingin dinikmati. Andai.

***

Beberapa waktu yang lalu orangtua saya resmi menikah selama 23 tahun. Sebelum sangat terlambat saya ingin mengucapkan selamat kepada kedua orangtua saya. Terimakasih Ibu dan Bapak atas segala usaha dan doa untuk saya dan adik-adik. Selang dua hari dari tanggal ulang tahun pernikahan orangtua, saya resmi diwisuda.

Pada momen wisuda ini semua kenangan sepanjang jalan Margonda, Lenteng Agung, ruangan praktikum, lapangan futsal, menyeruak hebat tak terkendali. Saya teringat momen tentang berangkat ke kampus lalu ternyata tidak ada dosen seharian, Penulisan Ilmiah, Ibu Ira dosen pembimbing penulisan ilmiah saya, Skripsi, Ibu Yuli dosen pembimbing skripsi saya, hujan-hujanan sepulang kuliah, nonton festival Jazz sepulang ngampus, dateng ke perpus untuk nulis ataupun baca buku, pulang malam karena tugas, ngetik laporan praktikum pakai mesin tik sampai tangan sakit, makan gado-gado di kampus E, tim JJK, duduk di koridor kampus nunggu dosen datang, main PES di kosan temen, Dan sayangnya momen itu tidak bisa diulang lagi,

Wisuda juga memunculkan rasa gembira. Ketika prosesi selesai, saya bertemu orangtua saya, melihat mereka tersenyum bahagia, itu adalah kegembiraan luar biasa. Seketika menyeruak kenangan tentang mereka. Bapak yang pergi pagi pulang malam untuk mencari nafkah, Ibu yang sedari saya TK sampai SMA selalu datang ke sekolah untuk mengambil rapot. Mereka orangtua yang paling baik sedunia. Terimakasih Tuhan telah menitipkan saya ke mereka yang sangat amat luar biasa baiknya.

Intinya, Desember ini menyisakan kenangan yang tidak akan saya lupa. Pada Desember ini saya diwisuda, sudah mendapat pekerjaan, mendapatkan gaji pertama, namun harus berpisah dengan teman-teman, saya dan teman-teman harus mengejar impian kita masing-masing.

Akhir kata, semoga gelar ini, masa transisi ini, membuat saya menjadi pribadi yang lebih kuat, dan lebih peduli dengan sesama.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment