Wahid Sabillah's

Personal Blog

13 Desember 22:23

Leave a Comment
Seminggu ini saya sering bertanya kepada diri saya sendiri.
"Wahai diriku, apa sebenarnya maumu?"
Dan saya mendapatkan berbagai macam jawaban dari diri saya sendiri.

Di kursi tempat saya bekerja, saya menatap ke arah jendela yang mulai basah karena gerimis. Gerimis pertama di minggu kedua bulan Desember. Siang itu ruangan tempat saya bekerja sepi, para projek manajer pergi meeting dengan client. Saya menengok ke sekitar, dan bertanya kepada diri sendiri.
"Wahai diriku, apa perasaanmu berada di tempat ini?"
Saya menjumpai diri saya berkata, ini bukanlah tempat yang saya inginkan. Saya tak ingin dikungkung di dalam ruang empat kali lima ini. Setiap hari menghadap layar monitor sampai mata berair, panas, dan sakit.

Seharian itu, saya menggerutu dalam hati. Sampai pada akhirnya di perjalanan pulang saya teringat dengan impian saya sewaktu berkuliah. Saya ingin bekerja dengan tim, menyelesaikan suatu projek, setiap hari ke kantor memakai kaos, tidak kemeja, apalagi berdasi. Dan kembali saya bertanya kepada diri saya.
"Ini adalah impianmu sewaktu itu ketika nanti bekerja setelah lulus kuliah, impian itu sudah terkabul, dan apakah engkau merasa menyesal pernah berucap seperti itu?"
Lalu diri saya menjawab "benar". Ini adalah impian sewaktu saya berkuliah dulu. Tetapi pada waktu berkuliah bayangan saya dengan bekerja seperti ini akan merasa menyenangkan, tetapi ini berbeda. Saya merasa ini terlalu berat, ini terlalu menghabiskan waktu, saya merasa pekerjaan ini tidak cocok untuk saya. Saya ingin bebas, saya tak ingin terikat.

Sesampainya dirumah, saya bertemu Ibu dan Bapak. Seperti biasa mereka menanyakan tentang pengalaman bekerja. Saya menceritakan kalau saya ingin resign. Mereka memberikan dorongan semangat kepada saya, mereka menceritakan kisah perjalanan mereka, dan saya tertohok dengan kata 

"Cobalah untuk bertahan, cobalah untuk tetap kuat, semua akan indah pada waktunya, nak."

Sebelum tidur, saya mengulangi perkataan itu. Sampai akhirnya saya mengingat salah satu komentar di postingan blog saya.
"Buatku, bahagia atau tidak bahagia itu sepantasnya dinikmati. Pribadi seseorang bisa diibaratkan sebuah kayu biasa. Dan dari setiap perjalanan hidupnya, ia dipahat. Pahatan itu rasanya sakit. Namun, siapa yang bisa menggunakan pahatan itu dengan eloknya, itu yang membuat karakternya terbentuk dan menjadi lebih baik." - Funy
Hidup ini memang keras, hidup ini adalah tempat dimana manusia ditempa. Dan saya percaya, suatu saat akan ada masanya, semua akan indah pada waktunya. 
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment