Wahid Sabillah's

Personal Blog

Kepada Najmi

Leave a Comment
Saya tidak tahu persis kutukan apa yang sedang mendera saya beberapa hari ini. Setiap malam, selepas pukul delapan saya seperti orang sakau akan candu. Terkadang saya bisa menanganinya, dan terkadang saya kalah dan akhirnya menuliskan tentang kamu berkali-kali di kertas-kertas yang saya simpan di dalam laci meja ruang jahit ibu. Kamu tahu Najmi, laci meja ruang jahit ibu saya adalah tempat paling aman yang ada di rumah, walaupun kadang ibu suka membaca tulisan-tulisan yang saya simpan di sana.

Pada malam ini barulah saya beranikan diri untuk menulis tentang kegiatan baru saya beberapa hari ini di sini. Semoga kamu tidak pernah membaca blog saya, dan semoga tidak ada yang mengadu kepadamu kalau saya menuliskan tentang dirimu di blog saya. Agar ketika kita bertemu di hari Selasa beberapa minggu lagi, ketika kita berpapasan, tidak ada rasa canggung antara kita.

Oh saya juga ingat, ini adalah kali pertama saya berani menuliskan nama sebenarnya orang yang sedang saya pikirkan di blog ini. Selamat Najmi, kamu membuat semua ini menjadi mudah, dan kamu berhasil membuat saya yang selalu malu-malu menuliskan nama seseorang yang sedang dipikirkan akhirnya berani menuliskannya.

Malam ini entah kamu sedang apa, saya mencoba menghubungimu sedari siang tetapi sampai saya menuliskan surat ini belum juga ada jawaban darimu. Semoga kamu baik-baik saja disana, semoga tidak ada kemalangan yang menimpamu hari ini, sehingga di Selasa beberapa minggu lagi saya masih bisa bertemu denganmu lagi.

Hari ini adalah hari Maulid Nabi. Kamu tahu Najmi, kalau beberapa hari setelah Maulid Nabi pada tahun 1992 masehi saya dilahirkan. Saya tidak tahu persis berapa hari setelah Maulid Nabi. Saya pun baru tahu itu kalau saya dilahirkan beberapa hari setelah Maulid Nabi karena mantan kekasih saya yang hanya berbeda lima hari dari hari kelahiran saya bernama Maulida.

Najmi, saya baru selesai membaca buku Aan Mansyur yang berjudul Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi. Siang tadi saya beli di toko buku di suatu mall yang sudah lama tidak saya kunjungi. Saya membelinya dengan uang gajian yang datang lebih awal karena Maulid Nabi, Natal, dan akhir pekan. Buku itu bercerita tentang seseorang yang bernama Jiwa yang menceritakan tentang ibu nya yang baik hati, bapaknya yang brengsek, neneknya yang baik diluar akal, mantan pacar ibu nya yang bernama rahman. Cerita itu ditanggapi oleh mantan kekasih Jiwa yang bernama Nanti yang sudah menikah tetapi masih cinta dengan Jiwa. Kalau kamu penasaran, kamu boleh meminjamnya dari saya, atau lebih baik kamu membelinya saja. Bukankah kamu juga sudah gajian kemarin?

Saya tahu Najmi kalau kamu suka membaca, saya tahu dari Instagram kamu. Saya tahu Najmi kamu pernah menulis buku harian. Semoga kamu masih suka menulis di buku harianmu itu setiap hari.

Najmi, jika kamu merasa sepi, cobalah untuk menulis, karena dari buku karya Aan Mansyur yang saya baca, menulis adalah perang melawan sepi. Tapi saya yakin kamu tidak pernah merasa kesepian, kamu mempunyai teman-teman yang banyak, bahkan mungkin kamu mempunyai penggemar yang lebih banyak. Mungkin penggemar-penggemarmu terdiri dari lelaki-lelaki tampan, orang-orang intelek yang pandai mengolah data. Dan tiba-tiba saya merasa minder dengan diri saya sendiri, apalah saya ini, seorang yang hanya mampu menuliskan surat kepada orang yang saya kagumi.

Sudah pukul sebelas malam. Mungkin kamu di sana sudah tertidur lelap, dan mulai memimpikan mimpi-mimpimu yang sampai detik ini saya belum tahu apa cita-citamu, mimpi-mimpimu, dan apa yang kamu harapkan di masa depan.

Kamu tahu Najmi, Selasa kemarin saat kamu meminta saya untuk mengantarkanmu pulang dan saya malah menyuruhmu berjalan kaki karena kosanmu sangat dekat, saya merasa bersalah. Saya merasa menjadi lelaki yang paling bodoh pada hari itu, ditambah lagi ketika kamu mengucapkan "Kamu juga tidak bisa diandalkan" kepada saya dengan senyum yang merekah. Ah, saya suka sekali senyummu Najmi. Saya merasa sebagai lelaki paling bodoh pada hari itu, sungguh, amat bodoh.

Najmi, kalau kamu menemukan surat ini suatu hari nanti, saya harap kamu pura-pura tidak pernah membaca surat ini. Namun saya tetap berdoa, semoga kamu tidak pernah menemukan dan membaca surat ini.


Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment