Krisis itu datang ketika saya sudah berada di penghujung 25. Saya mulai mencari-cari, kira-kira jalan yang mana yang harus saya tempuh, mengingat dalam beberapa hari lagi saya sudah menjadi 26, angka kritis di mana saya harus mendapatkan jalan pasti yang harus saya tempuh, dan komitmen dengan diri sendiri.
Di penghujung 25, ketika sudah banyak teman dan keluarga yang mengatakan kalau penghasilan saya sudah lumayan, ditambah saya mulai mengumpulkan aset untuk investasi di masa depan, diri saya menolak untuk maju lagi. Entah karena saya lelah karena jatah cuti kantor masih banyak karena saya tidak pernah ambil, atau karena kerjaan yang membuat saya gusar dan ingin mundur dan bekerja biasa-biasa saja, tapi jujur ini cukup mengganggu keseharian saya. Mulai kurang produktif, mulai main aman, padahal saya belum sampai di target yang ingin saya capai.
Belum lagi desakan sekitar tentang pertanyaan kapan nikah, padahal memang target menikah saya harusnya dua tahun dari sekarang. Ternyata menjadi dewasa tidak semudah yang dikira.
Hari ini saya pergi menonton Christoper Robin sendirian. Saya berkaca-kaca di beberapa part film. Saya menyadari, kerja yang berlebihan akan membuat hidup malah susah. Banyak uang tapi tidak punya waktu untuk keluarga adalah kekosongan yang selamanya akan kosong. Karena uang dan pundi-pundi yang didapat dari kerja yang tidak mengerti waktu, malah akan merusak kehidupan kita sendiri. Uang tak bisa dinikmati, apalagi dibawa mati. Keluarga, sahabat, merekalah hidup yang sebenarnya.
Sebenarnya adalagi yang membuat krisis di seperempat abad ini semakin terasa hebat. Setelah sekian tahun bekerja, akhirnya saya menjumpai klien yang hobinya mencari kesalahan orang lain. Setiap team meeting, pasti saja ada yang salah dan berujung "keramas" yang bikin hati dan pikiran pengap. Ini juga yang mendorong saya untuk pergi dan menyudahi karir saya di kantor sekarang. Sayang hati dan pikiran. Saya takut malah tumbuh dendam dan benci pada diri saya. Karena kesabaran ada batasnya.
Di penghujung usia 25 tahun ini, akhirnya saya makin mantap kalau kebahagiaan diri bukan diukur dari banyaknya pundi-pundi. Tapi banyaknya cinta, sayang, dari orang-orang yang baik di sekitar kita. Bukan tentang banyaknya gaji, tapi bahagia datang dari rasa mensyukuri.
Mulai memilih-milih rutinitas sepertinya harus saya lakukan sekarang ini. Uang bisa dicari, tapi waktu untuk merasakan bahagia tidak akan datang dua kali.
0 saran:
Post a Comment