Saya menghabiskan akhir tahun kemarin dengan pergi berkunjung ke rumah kakek di Tulungagung bersama Ibu dan Bapak. Sebenarnya acara liburan ini bisa dibilang mendadak. Setelah resign dari kantor pada tanggal 20, saya menghabiskan tanggal 21 - 23 untuk istirahat dan menikmati masa-masa bebas, tanggal 24 - 28 saya pergi ke Tulungagung, dan 29 Desember sampai 1 Januari saya menghabiskan hari-hari dengan berdiam di rumah atau jalan-jalan random.
Dari beberapa hari itu saya mendapatkan banyak pengalaman seru. Di Tulungagung misalnya, saya bisa menarik nafas panjang dan menikmati hidup yang berjalan lambat tapi nikmat. Walau tiga hari saya sangat menikmatinya. Bangun tidur dengan pikiran segar, udara segar, pergi ke pasar, membeli sarapan, malamnya ngopi di beranda sambil ngobrol ringan dengan sanak saudara. It was really fun and I love it.
Sepulangnya, di kereta, saya duduk bersama salah seorang dosen UnBraw yang sedang bersiap-siap untuk sidang S3 di Belanda. Panjang saya bertukar cerita bersama beliau. Beliau menanyakan tentang kultur Jakarta yang begitu cepat dan hawanya yang pengap. Beliau juga bercerita tentang alasannya mengapa beliau tidak ikutan beradu nasib di Jakarta, "Terlalu pengap, dan individualis di Jakarta" katanya. Beliau juga bercerita tentang perasaannya yang sebentar lagi harus menghadiri sidang terbuka S3 di Belanda. Di sini serunya.
Beliau bercerita tentang pengalamannya berkuliah di Belanda. Karena mendapatkan pekerjaan susah, beliau akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang akademisi saja. Beasiswa didapatnya, S2 dan S3 di Belanda. Beasiswa dari kampus katanya. Beliau bercerita kalau beliau mengambil jurusan Psikologi, dan lebih fokus ke Psikologi Social. Beliau memperlihatkan beberapa jurnal ilmiah internasional yang sudah beliau terbitkan juga. Sampai pada akhirnya beliau bilang "Harapan Indonesia ada di tangan praktisi seperti kalian. Kami dari akademisi terus berusaha berbuat yang terbaik untuk Indonesia. Bagaimanapun juga, perkembangan dan kemajuan perekonomian Indonesia ada di tangan seperti kamu ini. Anak muda." Saya tercenung dan berpikir kalau apa yang diucapin dosen ini benar juga.
Sebagai anak muda dan bekerja di perusahaan, berarti saya adalah seorang praktisi --kamu yang membaca dan juga sedang bekerja di perusahaan juga. Masa depan ada di tangan kita. Akademisi terus berusaha untuk mengajar dan melakukan riset. Nah giliran kita untuk belajar dan mengaplikasikannya di kehidupan.
Banyak orang yang melihat kalau seorang akademisi adalah hal yang membosankan. Kita harus ingat, setiap orang sudah menentukan jalan hidupnya masing-masing. Pegawai swasta, negeri, dan pengusaha bukan berarti lebih baik dari akademisi. Kita semua sama. Tinggal usaha kita untuk memajukan diri, keluarga, sekeliling dan juga bangsa.
Kemarin di tengah pekan saya menghadiri wisuda adik saya. Ada beberapa sambutan yang membuat saya semakin bersemangat untuk terus berkarya dan ingin berusaha andil untuk sekitar. Risk Inovation Character dan Heart yang jika kita ambil huruf depan dari itu semua akan menjadi RICH adalah kuncinya. Rich bukan hanya tentang kaya harta, tapi juga kaya ilmu, kaya wawasan, kaya akan kepedulian kita kepada sekitar, dan dengan begitulah negara kita bisa maju.
Akhir 2018 dan awal 2019 adalah pengalaman yang sangat seru bagi saya. Sempat terpikir untuk menyerah, tapi saya berusaha bangkit demi sekeliling.
0 saran:
Post a Comment