Wahid Sabillah's

Personal Blog

Pasir

Leave a Comment
matahari sangat terik hari itu, sudah biasa di tempat ber pasir seperti itu matahari menampakan keganasan nya. disekeliling hanya ada pohon pohon kaktus yang membentuk berbagai macam rupa. pasir menggunung di sebelah barat karna angin timur sedang bertiup sangat kencang, jejak jejak kaki sedikit demi sedikit tersapu karna kencangnya angin yang datang dari timur.

"persediaan air yang aku bawa menipis ya Abi, apakah perjalanan kita masih jauh?" kata seorang pemuda dengan sorban yang di lilitkan di leher dan kepalanya.

"sedikit lagi nak, sebentar lagi kita akan sampai ke tempat itu" kata ayah dari pemuda itu yang mempunyai janggut lebat dan juga mengenakan sorban yang di lilitkan di leher dan kepalanya.

pemuda itu terus menerus meminum air yang tinggal sedikit itu terus menerus. setiap beberapa ratus meter pemuda itu kembali meminum air itu.

"masih jauhkah ya Abi?" kata pemuda itu lagi.

"sedikit lagi nak, cepatlah"

"istirahat dulu" pemuda itu duduk disebuah batu besar, sejauh mata memandang hanya pasir yang beterbangan disana. pemuda itu kecapek-an.

sudah beberapa jam pemuda dan ayahnya itu berjalan di tengah teriknya padang pasir. ayahnya mengajak pemuda itu untuk ikut bersamanya. ayahnya mengatakan akan memberikan sebuah hadiah buat pemuda itu jika pemuda tersebut mau menemani ayahnya berjalan selama sehari.

"Abi sebenarnya kita mau kemana? aku capek" kata pemuda itu mengeluh.

"nanti kamu akan tau nak" ayahnya berkata santai sambil duduk disamping anaknya.

muka pemuda itu mulai kusut, kesal bercampur lelah, kesal karna setiap pemuda itu bertanya berapa lama lagi sampai, ayahnya pasti menjawab sebentar lagi.

"Abi aku mau pulang, aku tidak mau melanjutkan perjalanan ini lagi" kata pemuda itu yang terus menerus mengeluh.

"silahkan kalau kamu mau pulang, Abi tidak melarang, silahkan jika kamu mau tersesat di tengah gurun pasir ini" kata ayahnya.

pemuda itu kembali kesal, mukanya memerah menahan amarah.

"ayo kita berangkat lagi nak, sebentar lagi kita akan sampai di tempatnya"

Ayah pemuda itu pun bangkit dari duduknya, setelah mengusap kepala anaknya yang masih terlihat kesal kepada ayahnya.

pemuda itu masih memendam amarah kepada ayahnya. persediaan air ditempat minum sudah hampir habis. karna kesal, pemuda itu meminum air yang tinggal beberapa teguk lagi tanpa memikirkan ayahnya.

pemuda itu kembali berdiri dan berjalan di belakang ayahnya dengan perasaan kesal. beberapa kali pemuda itu terus menanyakan seberapa jauh lagi tempat yang dituju oleh ayahnya. tapi ayahnya hanya mengucapkan sebentar lagi sampai, terus menerus.

setelah cukup jauh dari pemberhentian tadi pemuda itu kembali duduk beristirahat sambil menahan haus. ya persediaan air sudah habis. cukup jauh jarak pemuda itu dengan ayahnya. ayahnya menyadari anaknya tertinggal jauh, dan menengok kebelakang.

orang tua pemuda tersebut menghampiri si pemuda.

"nak bangunlah, disana tempatnya" orang tua itu menunjuk ke arah goa yang berada di tebing tebing batu besar.

pemuda itu masih saja duduk, lelah dan haus. difikiran nya hanya ada air air dan air untuk diminum. pemuda itu memandang ke sekeliling lalu menemukan seperti genangan air di bukit sebelah kanan goa.

"Abi itu ada air, aku haus" kata pemuda itu.

"tidak ada air disini nak, hanya ada pasir" kata ayahnya

"tapi itu ada" pemuda itu segera bangkit lalu dengan sisa tenaganya berlari ke arah genangan air yang terlihat dari jauh itu.

pemuda itu terus berlari, dan setelah sampai di tujuan pemuda itu kecewa. benar kata ayahnya disana tidak ada air. pemuda itu melihat ayahnya dari jauh. ayahnya melambaikan tangan untuk kembali dan segera masuk ke goa sambil menunjuk nunjuk mulut goa.

sisa tenaga pemuda itu semakin sedikit, setelah berlari lari semangat melihat seperti genangan air yang diujung sana yang membuat pemuda itu kecewa. dengan sisa sisa tenaga pemuda itu kembali menemui ayahnya, dan mulai berjalan ke mulut goa.

"kamu tau nak, didalam goa itu akan ada barang yang sangat berharga untukmu" kata ayahnya.

di fikiran pemuda itu hanya ada air air dan air. pemuda itu yakin di dalam goa tersebut ada air. maka pemuda tersebut kembali semangat untuk mencapai mulut goa.

"dimana Abi, dimana barang yang berharga untuk ku itu?" kata si pemuda.

"masih jauh didalam sana" kata ayahnya.

pemuda tersebut kembali bergegas dengan tenaganya yang tinggal sedikit. jalan nya mulai terseak seok, kata kata "barang berharga" membuat dia kembali bersemangat.

tidak lama kemudian ayahnya berhenti.

"disini nak, disini tempatnya, cepat keluarkan karung yang kamu bawa dari rumah tadi"

suasana goa sangat gelap, hanya ada titik cahaya di belakang pemuda dan ayahnya tersebut, titik cahaya yang menandakan pintu keluar dari goa itu. pemuda itu mengambil karung dari saku celananya.

"Abi aku haus" kata pemuda tersebut.

orang tua berjanggut panjang itu merogoh kantong jubahnya, dan mengeluarkan sebotol kecil yang berisi air.

"ini Abi punya air sedikit, sengaja abi simpan disaku, karna tau kamu pasti akan menghabisi air yang kamu bawa" kata ayahnya

dengan meraba raba tangan ayahnya karna gelap anak itu akhirnya mengambil botol kecil itu lalu meneguk habis air di botol kecil itu.

setelah habis anak itu kembali bertanya kepada ayahnya.

"Abi, lalu buat apa karung ini?"

"Ambilah sebanyak banyaknya pasir yang kita injak ini masukan kedalam karung, lalu kita bawa karung itu pulang" kata ayahnya.

pemuda itu bingung, perjalanan cukup jauh, dia berfikir kalau dia mengambil pasir terlalu banyak, pemuda itu pasti akan kelelahan karna membopong karung itu sampai tiba dirumah. pemuda itu kembali kesal, difikiran nya berkecamuk perasaan di bodohi oleh ayahnya.

"cepat nak, kita tidak bisa berlama lama, kita harus segera keluar karna udara disini sangat pengap" kata ayahnya.

perasaan kesal pemuda itu semakin menjadi jadi. tapi pemuda itu hanya mengikuti perintah ayahnya.

Akhirnya, pemuda itu hanya membawa segenggam pasir itu lalu memasukan kedalam kantong jubahnya.

"sudah Abi, ayo segera kita keluar dan pulang" nada suara pemuda itu terdengar sangat kesal.

ayahnya meyakini anaknya kembali kalau sudah memenuhi karung yang dia bawa. ayahnya terus meyakini anaknya apakah benar sudah penuh karung yang dibawa oleh anaknya itu sampai beberapa kali.

setelah yakin mereka berdua keluar dari goa. di mulut goa orang tua berjanggut lebat itu melihat anaknya tidak membawa apa apa. orang tua itu bertanya

"kemana karung yang kamu bilang sudah terisi penuh pasir tadi?"

pemuda tersebut terdiam.

"apakah kamu mengambil pasir yang Abi suruh ambil tadi?"

pemuda itu mengangguk.

"tunjukan!" kata ayahnya.

pemuda itu mengambil pasir pasir yang dia ambil dari goa tadi. lalu pemuda tersebut melihat pasir pasir itu berkilauan.

"lihat, pasir itu adalah emas, hanya orang yang belum pernah kesini yang bisa mendapatkan emas tersebut, dan kamu harus tau, air dibotol kecil tadi adalah air ajaib yang bisa membuat pasir itu menjadi emas" kata ayahnya.

"aku bisa masuk lagi ya Abi, aku akan masuk lagi dan mengambil pasir emas itu sebanyak banyaknya" kata pemuda itu.

"kesempatan nya hanya satu kali nak"

pemuda itu tidak menghiraukan perkataan ayahnya, pemuda itu berlari ke dalam goa. lalu memasukan pasir pasir itu penuh ke dalam karung. setelah merasa penuh, pemuda itu membopong karung itu keluar dari goa.

"Ayo Abi kita bergegas pulang, kita akan menjadi orang terkaya di kampung kita, bahkan di dunia Abi" kata pemuda itu.

dengan semangat pemuda itu membopong pasir itu menyusuri jalan pulang. sang ayah hanya memperhatikan anaknya tanpa berkata kata.

akhirnya sang ayah dan anaknya sampai di rumahnya setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh.perjalanan pulang lebih cepat, karna pemuda itu tidak berhenti untuk beristirahat karna terlalu senang membawa sekarung pasir yang dia kira emas. sang ibu sudah menunggu dengan cemas kedatangan anaknya dan suami nya tersebut.

"Umi aku membawa banyak emas" kata pemuda itu.

Umi hanya tersenyum.

"lihat umi, sekarung penuh, aku membawa banyak pasir emas"

pemuda itu dengan cepat membuka karung itu, mengambil segenggam pasir dari dalam karung dan melihatnya.

ekspresi pemuda itu berubah 180 derajat, dari ekspresi senang berubah jadi ekpresi kecewa. benar kata ayahnya, pasir yang diambil kedua kalinya adalah pasir biasa. bukan pasir emas seperti yang diambil pertama kali oleh pemuda itu.

Selesai




Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment