Sore itu, ia pergi bersama empat rekan kantor lainnya untuk mimik mimik lucu di salah satu tempat yang hits di Bogor. Ia adalah anak paling hijau di antara rekan lainnya, sedang mencari jati diri, sibuk mencari masukan dari orang-orang sekitar untuk hidupnya yang lebih baik. Pada hari itu, ia paling diam di antara empat orang lainnya. Korban bully di mobil, tetapi semua ia anggap angin lalu saja, karena ia pernah mendapatkan bully yang lebih kejam dari itu.
"Jadi, lo pilih siapa?" kata seorang wanita keturunan Tionghoa yang memakai kaus putih yang duduk tepat di hadapannya. Wanita itu memberikan beberapa nama perempuan yang ia rekomendasikan, Sontak rekan-rekannya tertawa dan menimpali nama-nama tersebut, dan ia hanya tertawa mafhum.
Ada satu nama yang menarik untuk ia pikirkan lebih lanjut, satu nama yang membuat ia rela menggeser bangkunya ketika sedang makan malam di acara kantor, satu nama yang membuat ia berhenti sebentar untuk mendengar penjelasan tentangnya di kantor, seseorang yang mengajaknya ngobrol selagi orang-orang lainnya pergi untuk melakukan kegiatan di luar kantor, seseorang yang menarik perhatiannya.
"Udah, mendingan lo pilih satu dari empat nama itu, yang satu udah siap nikah, yang satu lucu, yang satu cocok sama lo, yang satu anak magang." Kata seorang wanita asli bandung yang duduk di sebelahnya.
"Mending lo pilih yang siap nikah." Kata wanita keturunan Tionghoa.
"Tapi saya belum siap nikah,"
"Emangnya nikah itu idealnya umur berapa? Kalau lo, ini pacar lo yang sekarang, pacar yang keberapa? Udah siap nikah?" lanjutnya menanyakan tentang wanita yang menjelaskan keempat nama yang wanita keturunan Tionghoa itu sebutkan.
Wanita yang duduk di sebelahnya agak kaget mendengar pertanyaan seperti itu terlontar dari orang yang ia bully dari tadi.
"Udah keberapa ya? Banyak," Ia menatap nanar satu titik di dalam cafe itu "kalau untuk nikah, gue gak tahu udah siap atau belum. Gue masih ragu untuk menikah, gue takut kebiasaan gue untuk hang out with my friends hilang begitu gue nikah nanti."
Percakapan di meja cafe itu menjadi berat setelah ia yang seharian itu di bully menanyakan perihal menikah. Wanita keturunan Tionghoa yang sudah menikah dan bisa dibilang yang paling berpengalaman dari keempat orang yang berada di acara mimik mimik lucu itu mulai bercerita perihal menikah. Ia bercerita tentang awal mula ia menikah, dari tidak punya apa-apa sampai akhirnya pula segalanya, ia juga bercerita hal yang paling sentimentil dari berumah tangga adalah masalah uang, jadi jangan sampai uang menjadi penyebab pertengkaran dalam rumah tangga. Ia bercerita banyak tentang pengalaman hidupnya, pengalaman ia mengasuh anak, pengalaman pertama kali anaknya yang sekarang berkuliah mengajak pacarnya untuk dikenalkan kepada dia.
"Kalau alasanku menikah dulu adalah karena aku merasa harus menikah, kalau tidak hidupku akan berantakan." Kata seseorang lelaki yang duduk di sebelah kiri wanita keturunan Tionghoa.
"Kenapa? kok begitu?"
"Ya aku ngerasa begitu aja, aku harus mulai pisah dari orangtua, memulai hidupku. Satu lagi, menurutku memilih pasangan untuk menikah harus yang bisa menerima kita apa adanya. Dulu waktu aku menikah, aku sudah bekerja, dan waktu itu gajiku cuma delapan ratus ribu. Aku sama istri belum punya apa-apa, kita ngekost." Ia bercerita panjang lebar tentang cinta, ia bercerita tentang memilih seorang pendamping, semua tips dikeluarkan.
"Jadi pengen ke Semarang, lo si mulai-mulai bahasan berat." Kata seorang lelaki yang duduk di sebelah kanan wanita keturunan Tionghoa. Ternyata ia sedang menjalani hubungan jarak jauh, kekasihnya yang merupakan seorang calon dokter sedang menjalani Co-Assisten di Semarang.
Pembahasan tentang cinta di acara mimik mimik lucu itu terus bergulir di bawah hujan deras yang mengguyur Bogor sore itu. Sampai pada akhirnya mereka merasa sudah cukup, dan menyadari kalau pembahasan tentang cinta itu sudah berlangsung dua jam.
![]() |
By.Google |
Mereka keluar dari cafe itu, ia yang masih hijau jalan duluan, dan disusul lelaki yang tadi duduk di sebelah kiri wanita keturunan Tionghoa. Lelaki itu merangkul ia yang masih hijau "Cari pasangan yang berhijab, yang sholeha, karena perempuan itu yang akan membuat kamu bahagia dunia akhirat, ya."
Sesampainya di rumah, ia yang masih hijau membuka ponselnya, mengetikan nama seorang dari empat nama yang mereka bahas di cafe tadi.
"Hi, are you OK? I just wanna make sure you are OK. Soalnya tadi siang nama kamu dibahas sama Pak Erdha dan Bu Elvi."
Tak lama kemudian...
"Hi, I'm OK kok. You? Have a nice weekend BTW"
0 saran:
Post a Comment