Wahid Sabillah's

Personal Blog

Wahid "Galak" Sabillah

Leave a Comment
Setelah mempertimbangkan cukup lama, akhirnya saya mencoba untuk berani menulis tentang ini.

Kamu yang mengenal saya pasti tahu kalau saya bekerja di industri kreatif di salah satu agency digital di JakSel sebagai social media officer. Terlepas dari embel-embel senior, atau sekarang katanya akan disematkan gelar strategic di jabatannya, tetaplah saya sebagai seorang employee di perusahaan yang punya tanggung jawab dengan kerjaan. Tetap menerima gaji dari orang, dan bisa dipecat kapan saja kalau yang punya kantor mau memecat saya.

Bekerja di agency butuh kecepatan dan daya tangkap yang tinggi. Karena agency adalah perusahaan yang di-hire oleh brand untuk menjalani program dari brand tersebut. Sampai kadang anak agency harus rela pulang pagi dan gak tidur lagi karena besoknya ada meeting atau pitching.

Untuk pulang pagi ya bagi saya sudah biasa lah. Mengingat dulu kalau shooting juga sering pulang pagi. Nyetir mobil sendiri dari Cibubur ke rumah. Sering banget baru pulang di saat orang-orang berangkat kerja. Jadi untuk jam yang fleksibel dan banyak yang bilang tidak berkeprimanusiaan ini untuk saya sudah biasa.

Jujur saya bekerja di agency karena saya kangen dengan masa-masa lalu. Di agency saya menemukan banyak kepuasan dan bisa melepas rasa kangen saya dengan masa lalu. Namun ada masalah muncul di sini.

Sebagai pekerja, tentu saya harus bertemu dan bekerja sama dengan rekan satu team. Kadang saya suka lepas kendali ketika rekan satu team lagi gak tune in sama projek yang lagi dikerjain. Brief yang gak jelas. Banyak nanya, padahal pertanyaan itu sudah sering dibahas. Dan paling sering lepas kendali ketika ada brief dadakan saat mendekati jam pulang. 

Saya pernah saya memarahi rekan satu team pagi-pagi saat kerjaan yang saya buat mendapat feedback yang menurut saya aneh dari klien. Saya memarahi rekan kerja saya sampai ia berkaca-kaca, dan saya menyesal sekali sampai hari ini pernah memarahi dia. Dari situlah saya pernah mendapatkan gelar "Galak" di kantor.

Bukan perfeksionis atau sok paling bisa dan ngerti. Saya paling benci sama orang yang tidak mau belajar memahami lingkup kerjaan yang seharusnya menjadi dasar ia ingin bekerja di bidang itu. Kalau kamu ingin kerja di agency digital, paling tidak kamu sudah mengerti dasar-dasar tentang digital. Kalau kamu ingin menjadi penulis, sudah pasti kamu harus mengerti walaupun sedikit cara menulis yang baik dan benar. Kalau kamu ingin menjadi seorang aktor, tentu seharusnya kamu bisa ber-akting dengan baik. 

Dari kecil saya diajarkan untuk bekerja atau berkarya selalu dengan hati, dan kalau ada rekan kerja yang datang ke kantor malas-malasan, hanya untuk mengisi waktu luang, tidak menjalaninya dengan niat, saya tidak segan menjadi tegas dan galak kepada rekan kerja itu.

Saya tidaklah sempurna dan menguasai semua lingkup yang ada di pekerjaan saya, namun saya selalu berusaha untuk terus belajar dan belajar sampai bisa.

Namun sering terjadi ketika saya bersemangat sampai kadang kelepasan marah kepada rekan, diujungnya saya merasa bersalah. Di dunia ini tidak semua orang punya tujuan bekerja yang sama. Memang ada yang hanya mencari kesibukan. Yang kalau sebenarnya dia enggak kerja juga harta dari orang tuanya masih bisa menghidupi sampai sepuluh keturunan. Ada yang sebenarnya mau belajar, tapi mengalami keterbatasan dalam menangkap ilmu yang diberikan. Tidak semua orang bisa berpikir secara sistematis, dan bisa mejadi problem solver di kerjaan --termasuk saya masih belum bisa menjadi problem solver yang baik dan bijak. Seharusnya di kantor dan di luar sana saya tetap menjadi orang yang penuh dengan toleransi, lebih sabar dan legowo sama sekitar.

Saya percaya, diri saya yang sekarang adalah hasil tempaan selama saya hidup. Mungkin karena dulu saya sering dibully karena bodoh, saya mau membuktikan kepada teman-teman yang membully saya, saya bisa lebih baik dari mereka. Untuk masalah balas dendam, saya punya berjuta cara yang cantik untuk bikin mati kutu orang. Saya cukup percaya sama diri saya sendiri.

Tapi untuk kamu yang mengenal dekat saya, pasti kamu tahu kalau saya adalah orang yang melankolis. Kalau saya marah ujung-ujungnya saya pasti minta maaf sedalam-dalamnya. Kalau saya kesal dan agak berprilaku kasar, pasti ujungnya saya minta maaf karena kelepasan. Kadang saya bisa menyesal dengan perbuatan yang saya lakukan ke orang, sampai saya tidak bisa memaafkan diri saya sendiri untuk beberapa hari.  Wahid "Galak" Sabillah sering juga kok merasa melankolis. Enggak selalu saya harus tegas dan galak.

Mungkin tulisan ini bisa jadi pengingat ketika saya lupa. Kalau dunia ini, bukan cuma saya penghuninya.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 saran:

Post a Comment